TeksProklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta. Naskahnya diketik oleh Sayuti Melik. Sedangkan penyusunan teks proklamasi dibuat oleh Ir. Soekarno, Ahmad Soebardjo, dan Mohammad Hatta. Tanggal 17 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, naskah proklamasi yang disusun oleh Soekarno, Mohammad
RukoGraha Parkview Blok ZD/6, Jl. Boulevard Timur No.RT.12, RT.12/RW.10, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, North Jakarta City, Jakarta 14250 August 21, 2022 -15:00 START- Ogre card shop gading serpong
Proklamasiini dilaksanakan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Pernyataan kemerdekaan tersebut disambut bahagia dan suka cita oleh masyarakat Indonesia diberbagai daerah. 15 Agustus 1945 sekitar pukul 21.30 WIB, para pemuda yang dipimpin oleh Wikana dan Darwis datang ke rumah Soekarno di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Wikana dan
Bisniscom, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang memproses pengembalian nama Jalan Proklamasi No.56 yang terdapat Tugu Proklamasi menjadi nama asalnya yakni Jalan Pegangsaan Timur No. 56.. Pengembalian nama tersebut lantaran berdasarkan catatan sejarah Kemerdekaan Indonesia, tempat dibacakannya teks proklamasi kemerdekaan adalah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, yang sekarang telah
jldi.panjaitan no jakarta timur 13340: 37880852: 51 (a109) duren sawit: jl dermaga raya no 56 duren sawit jakarta timur 13440: 91777462: 52 (a140) duri kosambi: jl.raya duri kosambi no 47 depan pusdiklat garuda jakarta barat 11750: 92619408: 53 (a244) fedex pd. pinang: jl. ciputat raya no. 02 rt. 002 / rw. 007 pd. pinang, jaksel
NoNama Sekolah Alamat Kelurahan; 1: smk bintang nusantara: jl. sarang bango no 27: marunda: 2: smk perguruan cikini jakarta: jl. alur laut blok nn no. 1: rawabadak utara
. Bukan rahasia, rumah dengan pekarangan luas di Jalan Pegangsaan Timur kini Jalan Proklamasi No 56, Jakarta Pusat, itu adalah salah satu bangunan paling penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Di lokasi itu, teks proklamasi dibacakan Ir Sukarno pada 17 Agustus 1945 didampingi Mohammad rumah itu disebut sebenarnya merupakan wakaf dari seorang pengusaha keturunan Hadramaut bernama Faradj Martak. Namun sebelum mengkonfirmasi kebenaran tersebut, ada satu misteri juga yang tak kalah menarik, yakni mengapa rumah yang sebegitu bersejarah itu dihancurkan oleh Presiden Republika sepanjang zaman Alwi Shahab yang wafat pada 2020 lalu menuturkan bahwa gedung tersebut merupakan bekas kediaman warga Belanda sebagai landhuis atau semacam country house yang pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 banyak dibangun di Batavia. Rumah itu memiliki 12 kamar, sebuah garasi, serambi belakang, ruang depan, tengah, dan ruang makan. Scroll untuk membaca Scroll untuk membaca Suasana di rumah di Jalan Pegangsaan Timur kini Jalan Proklamasi No 56. TwitterKetika penjajah Jepang tiba pada Maret 1942, rumah itu salah satu yang mereka sita karena seluruh warga Belanda kala itu ditahan atau dipulangkan ke Eropa. Sementara Bung Karno diketahui mulai tinggal di rumah yang memiliki pekarangan luas dan merupakan kawasan elit di Jakarta tersebut sejak masa pendudukan Jepang tersebut, tepatnya pada 1942. Dari putra-putrinya hanya putra sulungnya, Guntur, yang dilahirkan di tempat ini. Di tempat inilah, Presiden Soekarno melantik kabinet pertama RI, pada 4 September 1945. Kabinet presidensil ini dibentuk hanya dua hari 19 Agustus 1945 setelah proklamasi. Ketika Januari 1946 saat kota Jakarta dikepung NICA dan muncul perlawanan bersenjata dari rakyat, Bung Karno, Ibu Fatmawati, dan Guntur yang masih bayi hijrah ke Yogyakarta dari rumah itu. Bung Karno dan rombongan berangkat ke Yogyakarta naik kereta api di malam hari yang dipadamkan lampunya untuk menghindari kepungan NICA yang ingin berkuasa kembali di negeri ini. Stasiun yang digunakan menaiki kereta api terletak persis di belakang rumah tersebut. Kemudian di tempat rumah itu juga, pada Oktober 1946, diadakan perundingan Linggarjati antara pembacaan proklamasi. istimewaPada 1946-1948 setelah Bung Karno dan Bung Hatta hijrah ke Yogyakarta, rumah ini jadi tempat kediaman Perdana Menteri Sutan Sjahrir hingga 1948. Ketika hubungan dwitunggal Bung Karno dan Bung Hatta memburuk, November 1957, diselenggarakan Musyawarah Kerukunan Nasional, yang oleh pers kemudian dilecehkan jadi Musyawarah Keruk Nasi. Pertemuan itu gagal yang berakibat Hatta mengundurkan diri sebagai wakil pada 1961 datanglah nasib akhir rumah tersebut. Kala itu, Presiden Sukarno tiba-tiba memerintahkan pembongkaran gedung tersebut. Mengapa Presiden Sukarno membongkar gedung yang amat bersejarah bagi bangsa Indonesia itu? Menurut Abah Alwi, sapaan Alwi Shahab, hal ini pernah ditanyakan oleh salah seorang penulis biografi Bung Karno yang berjudul Putera Fajar, yakni Solichin Salam. Jawab Bung Karno, "Saya lebih mengutamakan tempatnya dan bukan gedungnya. Sebab, saya taksir gedung Pegangsaan Timur itu paling lama hanya tahan 100 tahun, mungkin tidak sampai. Itu sebabnya saya suruh bongkar.''Menurut keterangan dari Yayasan Bung Karno, presiden pertama RI itu ingin memindahkan semangat proklamasi kemerdekaan di Monas. Peringatan hari ulang tahun kemerdekaan RI agar selanjutnya diadakan di Monas yang monumental itu. Bukan di gedung proklamasi dan juga bukan di Istana. Tugu Monas, menurut Bung Karno, dirancang untuk tahan ribuan tahun seperti juga piramida di itu pada 1960 semasa gubernur Henk Ngantung telah dijadikan Gedung Pola untuk menyiapkan program pembangunan. Semacam Bappenas sekarang ini. Dalam bukunya Kenang-kenangan sebagai Kepala Daerah, Henk Ngantung menulis, "Ide pembangunan Gedung Pola memang baik. Tapi, dengan membongkar dan mengorbankan Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56 saya rasa sayang dan aneh." Henk memaparkan kisahnya mendatangi Bung Karno ke istana untuk meminta agar gedung bersejarah itu tidak dibongkar. Ia mengajukan pertanyaan, "Apakah keputusan Bung Karno tidak bisa ditinjau lagi?" Sebelumnya tak sedikit juga yang menanyakan hal itu pada Bung Karno. Bung Karno menjawab singkat, "Apakah kamu juga termasuk mereka yang ingin memamerkan celana kolorku di dalam rumah itu."Tak ada sedikitpun rasa ragu dan sesal dari sikap dan kata-kata Bung Karno. Agar pembicaraan tidak terputus begitu saja Henk kembali membangun suasana. "Apakah saya boleh buat duplikat dari gedung Pegangsaan Timur 56 sebelum dibongkar?" tanya Henk. Bung Karno menyatakan setuju. "Baru sekarang, sementara saya mengenangkan kembali pertemuan dengan Bung Karno tentang pembuatan duplikat bisa juga diartikan, membangun kembali Gedung Pegangsaan Timur 56 itu dalam keadaan maupun ukuran yang sama, kecuali di atas tanah dan tempat yang sama karena akan dibangun Gedung Pola."Willard A Hanna, seorang Amerika Serikat dalam bukunya 'Hikayat Jakarta' menyimpulkan bahwa pembongkaran tempat proklamasi ini karena Bung Karno tidak suka diingatkan kembali pada keadaan ketika menjelang proklamasi dia diculik para pemuda radikal. Karena itu gedung ini diratakan dengan Karno bersama Bung Hatta pada hari Kamis 16 Agustus 1945 sehabis makan sahur diculik sekelompok pemuda radikal pimpinan Sukarni ke Rengasdengklok, dekat Kerawang. Setelah tengah malam sebelumnya oleh para pemuda yang dipimpin Sukarni, ia dipaksa memproklamirkan kemerdekaan 16 Agustus 1945 karena Jepang telah menyerah pada Sekutu. Ikut dalam rombongan ke Rengasdengklok, Ibu Fatmawati yang menggendong Guntur yang masih berusia sembilan setengah Gubernur DKI, Ali Sadikin, sejak lama ikut mendorong dibangunnya kembali rumah Bung Karno itu. Menurut Bang Ali, ketika menjadi gubernur ia sudah merencanakan hal ini. "Bahkan saya sudah siapkan dananya. Tapi, tidak disetujui Pak Harto yang waktu itu akan membangun Patung Proklamator."Dulu di bagian depan rumah Bung Karno ini terdapat Tugu Proklamasi yang diresmikan pada 17 Agustus 1946 oleh Gubernur Suwiryo saat Bung Karno masih di Yogyakarta. Tugu Proklamasi yang tingginya tidak lebih dari dua meter ini pernah menjadi lambang Kota Jakarta. Tak pernah sekalipun dari sekian banyak tulisan Abah Alwi soal gedung ini, tersurat soal kepemilikan Faradj Martak atas bangunan tersebut yang kemudian diwakafkan pada Sukarno. Meski jika kemudian ditemukan bukti-bukti yang menguatkan, bisa jadi demikianlah adanya.
Jakarta - Pemerintah Provinsi Pemprov DKI Jakarta sedang memproses pergantian nama jalan lokasi Tugu Proklamasi, yaitu Jalan Proklamasi No. 56 untuk kembali menjadi Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Sebab, berdasarkan catatan sejarah Kemerdekaan Indonesia, tempat dibacakannya teks proklamasi kemerdekaan adalah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, yang sekarang telah berdiri Tugu Proklamasi. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat mengatakan, awalnya jalan yang menjadi lokasi Tugu Proklamasi adalah Jalan Pegangsaan Timur. Tetapi oleh pemerintah, nama jalan itu diubah menjadi Jalan Proklamasi mengikuti nama Tugu Proklamasi. Untuk meluruskan sejarah yang benar, Pemprov DKI sedang memproses mengembalikan nama jalan Tugu Proklamasi menjadi nama awalnya. Karena nama jalan tersebut, masih tercatat dalam teks buku-buku sejarah para pelajar di Jakarta. “Karena nama jalan ini sudah berubah menjadi Jalan Proklamasi, maka untuk meluruskan sejarah, kami sedang memproses mengembalikan nama jalan ini. Bukan lagi nama Jalan Proklamasi, tetapi menjadi Jalan Pegangsaan Timur kembali. Karena di teks sejarah, jalan ini adalah Jalan Pegangsaan Timur. Nomornya tetap 56,” kata Djarot di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat 7/8. Kerancuan sejarah pun dialami oleh anaknya sendiri. Dia mengatakan sewaktu mengunjungi Tugu Proklamasi bersama anak perempuannya, ditanyakan di mana Jalan Pegangsaan Timur. Setelah dicari-cari, ternyata sudah berubah menjadi Jalan Proklamasi. “Anak saya, waktu kesini bertanya, "Ayah, mana Jalan Pegangsaan Timur?" Dicari-cari, enggak ketemu. Adanya Jalan Proklamasi. Makanya akan kami ubah [kembali] menjadi nama Jalan Pegangsaan Timur No. 56,” tegasnya. Tugu Proklamasi atau Tugu petir adalah tugu peringatan proklamasi kemerdekaan RI. Tugu Proklamasi berdiri di tanah lapang kompleks Taman Proklamasi di Jl. Proklamasi dulunya disebut Jl. Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat. Pada kompleks juga terdapat monumen dua patung mantan presiden dan wakil presiden, Soekarno-Hatta berukuran besar yang berdiri berdampingan, mirip dengan dokumentasi foto ketika naskah proklamasi pertama kali dibacakan. Di tengah-tengah dua patung proklamator terdapat patung naskah proklamasi terbuat dari lempengan batu marmer hitam, dengan susunan dan bentuk tulisan mirip dengan naskah ketikan aslinya. Presiden Soekarno pada tanggal 1 Januari 1961 melakukan pencangkulan pertama tanah untuk pembangunan tugu, "Tugu Petir", yang kemudian disebut Tugu Proklamasi. Tugu ini berbentuk bulatan tinggi berkepala lambang petir, seperti lambang Perusahaan Listrik Negara PLN. Tulisan yang kemudian dicantumkan, "Disinilah Dibatjakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Tanggal 17 Agustus 1945 djam pagi oleh Bung Karno dan Bung Hatta." Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1972, Tugu Proklamasi diresmikan Menteri Penerangan Budiardjo di lokasi asal, dihadiri banyak tokoh masyarakat dan tokoh politik. Di antara yang hadir adalah mantan Wakil Presiden M. Hatta mengundurkan diri 1 Desember 1956. Pada 17 Agustus 1980, Presiden Soeharto meresmikan monumen Soekarno-Hatta membacakan naskah proklamasi. Saksikan live streaming program-program BTV di sini
- Sejarah peristiwa Rengasdengklok terjadi tanggal 16 Agustus 1945 atau sehari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Bagaimana kronologi kejadian monumental ini dan siapa saja tokoh-tokoh yang terlibat?Pada 14 Agustus 1945, Soetan Sjahrir mendengar kabar dari radio bahwa Jepang menyerah dari Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya. Sjahrir segera menemui Sukarno dan Mohammad Hatta untuk menyampaikan kabar itu, Sukarno dan Hatta baru saja pulang dari Dalat, Vietnam, usai bertemu dengan pemimpin militer tertinggi Jepang untuk kawasan Asia Tenggara, Marsekal Terauchi. Kepada Sukarno-Hatta, Terauchi menjanjikan kemerdekaan untuk pendapat pun terjadi di antara ketiga tokoh bangsa itu. Sjahrir meminta agar kemerdekaan segera dideklarasikan. Namun, Sukarno dan Hatta yang belum yakin dengan berita kekalahan Jepang memilih menunggu kepastian sembari menanti janji kemerdekaan dari Dai Belakang Peristiwa Rengasdengklok Sukarno dan Hatta tidak ingin salah langkah dalam mengambil keputusan. Di sisi lain, para tokoh muda mendukung gagasan Sjahrir, yakni mendesak Sukarno-Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Dikutip dari buku Sejarah Indonesia Kontemporer Peristiwa Sejarah Indonesia dalam Narasi Wartop 2017 karya Puspita Pebri Setiani, Sukarno dan Hatta berpendapat bahwa “Kemerdekaan Indonesia yang datangnya dari pemerintahan Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidak menjadi soal karena Jepang sudah kalah.""Kini kita menghadapi serikat yang berusaha akan mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi."Maka dari itu, Sukarno-Hatta ingin membicarakan hal ini terlebih dahulu dalam rapat PPKI Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 16 Agustus 1945 sambil menanti kabar terbaru dari pemerintah golongan muda tidak sepenuhnya sepakat. Mereka tetap mendesak agar kemerdekaan Indonesia diproklamirkan juga Sejarah Hari Lahir Pancasila Peran BPUPKI dan PPKI Sejarah Sukarno-Hatta Menjemput Janji Kemerdekaan ke Dalat Mufakat Senyap di Malaya yang Bisa Mengubah Sejarah Kemerdekaan Kronologi Peristiwa Rengasdengklok Golongan muda mengadakan rapat pada 15 Agustus 1945 malam di Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh ini menyepakati bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak rakyat Indonesia, tidak tergantung dari pihak lain, termasuk pukul malam hari itu juga, Wikana dan Darwis menjadi utusan dari golongan muda untuk menemui Sukarno, juga Hatta. Mereka kembali menuntut agar proklamasi kemerdekaan dilakukan esok hari yakni tanggal 16 Agustus 1945. Jika tidak, bakal terjadi dari Konflik di Balik Proklamasi 2010 yang disusun St Sularto dan Dorothea Rini Yunarti, Bung Karno menolak seraya berkata tegas "Inilah leherku, saudara boleh membunuh saya sekarang juga. Saya tidak bisa melepas tanggung jawab saya sebagai Ketua PPKI. Karena itu, saya akan tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok.”Gagal membujuk Sukarno, golongan muda kembali mengadakan rapat. Dikutip dalam Proklamasi 17 Agustus 1945 Revolusi Politik Bangsa Indonesia 2017 karya Haryono Riandi, rapat digelar pada pukul di Jalan Cikini 71, dihadiri oleh para tokoh muda termasuk Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikrana, Armansjah, Sukarni, Jusuf Kunto, Singgih, dr. Muwardi dari Barisan Pelopor, dan lainnya. Diputuskan bahwa Sukarno dan Hatta akan diamankan ke luar kota demi menjauhkan mereka dari segala pengaruh juga PETA & Cara Membela Tanah Air ala Gatot Mangkoepradja Latief Hendraningrat, Garda Terdepan Proklamasi Kemerdekaan Isi Pembukaan UUD 1945 Alinea 1 Kedudukan, Makna, Penjelasan Peristiwa Rengasdengklok Para pejuang dari golongan muda membawa Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok, dekat Karawang. Pengamanan pun berjalan lancar karena dibantu oleh Latief Hendraningrat yang merupakan prajurit PETA Pembela Tanah Air berpangkat Sudanco atau Komandan pada pukul dini hari tanggal 16 Agustus 1945, Sukarno bersama Fatmawati dan putra sulungnya, Guntur, serta Hatta dibawa ke Rengasdengklok, kemudian ditempatkan di rumah seorang warga keturunan Tionghoa bernama Jiauw Ki Song. Aksi "penculikan" ini semula dimaksudkan untuk menekan Sukarno dan Hatta agar bersedia segera memproklamirkan kemerdekaan, tetapi karena wibawa dua tokoh bangsa itu, para pemuda pun merasa segan. Di Jakarta, Achmad Soebardjo yang termasuk tokoh dari golongan tua mengetahui peristiwa tersebut. Ia lantas menemui Wikana, salah satu tokoh pemuda. Pembicaraan pun dilakukan dan disepakati bahwa kemerdekaan harus segera dideklarasikan di Jakarta. Selanjutnya, Achmad Soebardjo bersama dengan Sudiro dan Jusuf Kunto menuju Rengasdengklok untuk menjemput Sukarno-Hatta dan membawa keduanya kembali ke Jakarta. Baca juga Indonesia Merdeka Bukan Hadiah dari Jepang Betapa Susah Belanda Mengakui Proklamasi 1945 Sejarah Bendera Merah Putih & Kedudukannya dalam Undang-Undang Pada hari itu juga, dilakukan pembicaraan terkait rencana pelaksanaan deklarasi kemerdekaan. Malam harinya, di kediaman Laksamana Muda Maeda, seorang perwira Jepang yang mendukung kemerdekaan Indonesia, dirumuskanlah naskah teks harinya, tanggal 17 Agustus 1945, Sukarno-Hatta membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Indonesia pun merdeka dan bukan merupakan hadiah dari dan Peristiwa Rengasdengklok 15 Agustus 1945, kabar seputar menyerahnya Jepang atas Sekutu membuat para pemuda revolusioner bergejolak. Indonesia tengah mengalami kekosongan kekuasaan, namun proklamasi tidak segera dilaksanakan. Dalam momentum ini, golongan muda, termasuk di antaranya Sukarni bersama Chaerul Saleh dan Wikana, menginginkan kemerdekaan diproklamirkan rapat golongan muda pada tanggal 15 Agustus 1945 malam yang dipimpin Chaerul Saleh, menelurkan keputusan bahwa kemerdekaan merupakan “hak dan soal rakyat yang tak dapat digantungkan oleh orang lain.” Dari keputusan tersebut, mereka mendesak untuk memplokamirkan kemerdekaan Indonesia oleh Sukarno-Hatta selambat-lambatnya tanggal 16 Agustus ini ditolak golongan tua, yang beralasan segala keputusan terkait kemerdekaan hendaknya menunggu sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI terlebih dahulu. Namun, golongan muda tidak menerima hal tersebut, karena mereka khawatir Sukarno terpengaruh Jepang, sehingga kemerdekaan Indonesia bisa jadi tidak sebagaimana mengutip Benedict Anderson dalam Revoloesi Pemoeda 2018, berdasarkan keputusan rapat terakhir yang diadakan pada pukul WIB menjelang tanggal 16 Agustus 1945 di Cikini 71, Jakarta, para pemuda bersepakat untuk “mengamankan”Sukarno dan Hatta ke luar kota, dengan tujuan menjauhkan mereka dari segala pengaruh pada tanggal 16 agustus 1945 jam WIB terjadi peristiwa penculikan Sukarno dan Hatta untuk dibawa ke luar kota menuju Rengasdengklok. Tidak jelas siapa yang memulai rencana untuk menculik Sukarno dan Hatta, tetapi pada akhirnya para pelaksananya adalah Chaerul Saleh, Wikana, dr. Muwardi, Jusuf Kunto, Singgih, dr. Sutjipto, dan tentu saja kemudian tetap menimbulkan beda pendapat antara golongan muda dan golongan tua, tapi Achmad Soebardjo berhasil menengahinya. Ia pun menjanjikan bahwa proklamasi akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 situasi sudah menjadi dingin, akhirnya digelarlah rapat PPKI di kediaman Laksamana Muda Maeda, yang menghasilkan teks proklamasi. Sukarno memerintahkan Sayuti Melik untuk mengetik naskah tersebut, yang akhirnya dibacakan pada pagi harinya, pukul WIB di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56. - Sosial Budaya Kontributor Alhidayath ParinduriPenulis Alhidayath ParinduriEditor Iswara N RadityaPenyelaras Yulaika Ramadhani
Jakarta - Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Seperti apa suasana proklamasi kemerdekaan di awal kemerdekaan Indonesia tersebut?Pada 17 Agustus 1945 kira-kira pukul WIB, para tokoh golongan muda dan golongan tua keluar dari rumah Laksamana Maeda. Mereka pulang setelah menyelesaikan rumusan naskah Proklamasi yang ditandatangani Soekarno dan Moh. Hatta, seperti dikutip dari buku Pasti Bisa Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI oleh Tim Ganesha sepakat memproklamasikan kemerdekaan pada pukul WIB. Bung Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja di kantor berita supaya memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya. Soekarni, tokoh muda, mengemban amanat untuk menyebarkan berita tentang kemerdekaan kemerdekaan Indonesia awalnya akan dibacakan di lapangan Ikada kini lapangan Monumen Nasional atau Monas. Tetapi, kegiatan kemudian dipindahkan ke kediaman Soekarno Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 sekarang Jalan Proklamasi.Perpindahan lokasi proklamasi dilakukan karena khawatir terjadi pertumpahan darah saat proklamasi dilaksanakan, seperti dikutip dari Buku Siswa Sejarah SMA/MA Kelas 10 oleh Windriati, Jepang sudah kalah oleh Sekutu, Balatentara Dai Nippon Jepang masih berada di Jakarta. Karena itu, sebanyak 500 orang hadir dari berbagai kalangan dengan membawa apapun sebagai itu, para pemuda militan yang sebelumnya berkumpul di Jalan Prapatan berjaga-jaga adanya gangguan dari Jepang. Mereka juga siap membacakan teks proklamasi di asrama Jalan Prapatan 10 jika upacara bendera di Jalan Pegangsaan Timur 56 dilarang di Jakarta masih kondusif saat proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan. Tetapi karena lokasi proklamasi diubah, sekitar 100 anggota Barisan Pelopor terlambat datang karena harus berjalan kembali dari Lapangan Ikada ke kediaman Soekarno. Lapangan Ikada saat itu ramai oleh 100 anggota Barisan Pelopor yang datang terlambat menuntut pembacaan ulang proklamasi. Namun tuntutan ini ditolak dan hanya diberikan amanat singkat oleh Moh. tokoh bangsa berdatangan ke kediaman Ir. Soekarno menjelang pukul Adapun susunan acara yang telah disusun terdiri atas pembacaan proklamasi, pengibaran bendera Merah Putih, dan sambutan oleh Wali Kota Soewirjo dan dr. acara dimulai, Drs. Moh. Hatta datang mengenakan pakaian putih-putih. Setelah semua siap, upacara dimulai. Latief Hendraningrat mempersilakan Soekarno dan Moh. Hatta maju ke dengan suara lantang memberikan sambutan singkat lalu mengumandangkan pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia."...Telah beratus-ratus tahun.. usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti.. Sekarang tiba saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan tanah air kita dalam tangan sendiri.. Kami tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan para pemuka rakyat dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata berpendapat bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan sekarang juga. Dengarkanlah Proklamasi kami. Simak Video "Pihak Imigrasi Buka Suara Terkait Foto Suga BTS di Soetta Viral" [GambasVideo 20detik]
Pada 17 Agustus 1945, di halaman rumah jalan Pegangsaan Timur No 56, Jakarta, Soekarno – Hatta atas nama Bangsa Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Di halaman rumah siapakah proklamasi tersebut di dikumandangkan? Aktifitas menjelang kemerdekaan, bagi para tokoh pendiri republik ini, sungguh menguras banyak enerji dan pikiran. Hal inilah yang, antara lain, menyebabkan Soekarno Bung Karno sempat jatuh sakit. Soekarno terserang penyakit beri-beri dan malaria. Badannya kerap menggigil, panas-dingin, dan lemas. Adalah seorang pengusaha asal Yaman, Farej Said Martak, sahabat Bung Karno, memberikan madu Arab, Sidr Bahiyah, yang didatangkan dari Hadramaut, Yaman. Madu , Sidr Bahiyah bukan sembarang madu. Khasiatnya sudah teruji sejak ratusan tahun lalu. Bersifat antibiotik dan sekaligus antiseptik. Setelah mengkonsumsi madu Sidr, kondisi Bung Karno berangsur pulih. Lalu, didampingi Mohammad Hatta, Bung Karno membacakan naskah Proklamasi di depan rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini, Menteng, Jakarta. Tahukah Anda, rumah siapakah yang terletak di Jalan Pegangsaan Timur 56 itu? Rumah ini milik keluarga Farej yang dihibahkan kepada Bung Karno. Di rumah inilah Ibu Fatmawati menjahit Bendera Merah Putih pada malam sebelum teks proklamasi dibacakan. Atas permintaan Bung Karno, pada 1962, rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56 itu dirobohkan. Di atas bangunan tersebut kemudian didirikan Gedung Pola, sedangkan tempat Bung Karno dan Bung Hatta berdiri saat membacakan teks Proklamasi, didirikan monumen Tugu Proklamasi. Jalan Pegangsaan Timur diubah menjadi Jalan Proklamasi. Pemerintah Indonesia secara resmi menyampaikan ucapan terima kasih pada keluarga Martak, berupa surat secara tertulis pada 14 Agustus 1950 yang ditandatangani oleh Ir. Mananti Sitompoel sebagai Menteri Pekerdjaan Umum dan Perhubungan Indonesia. Disebutkan juga dalam surat tersebut, selain rumah di jalan Pegangsaan Timur 56, keluarga Martak telah membeli beberapa gedung lain di Jakarta yang sangat berharga bagi kelahiran negara Republik Indonesia. Siapakah Farej bin Said bin Awadh Martak? Ia adalah putra ketiga dari empat bersaudara. Secara berurutan, kakak-kakak Farej adalah Djusman Martak dan Muhammad Martak, sedangkan adiknya bernama Ahmad Martak. Keluarga besar Martak dan keluarga Badjened mendirikan Alegemeene Import-Export en Handel Martak Badjened Marba, dimana Farej menjadi Presiden Direkturnya. Jejak Marba masih bisa ditelusuri di Jogyakarta berupa Hotel Garuda, dan di Semarang berupa Gedung Marba. Dari Muhammad Martak, kakak dari Farej, lahirlah seorang putra bernama Yusuf Muhammad Martak, yang juga dikenal sebagai Ketua GNPF-Ulama. Nama besar Marba kini dilanjutkan oleh Yusuf dengan aneka bidang usaha, dari restoran sampai ke biro perjalanan, dan berpusat di Tebet, Jakarta Selatan. Dengan alur-kisah tersebut, kehadiran Yusuf Muhammad Martak di blantika pergerakan nasional bukanlah a-historis. Yusuf bukan tipe manusia yang memanfaatkan nama besar keluarga untuk kepentingan pribadinya, tapi ia merasa terpanggil agar terus berkontribusi kepada negara-bangsa ini dengan jargonnya, “Apa yang bisa kami berikan untuk republik ini”, bukan “Apa yang bisa kami ambil dari republik ini”. Inilah prinsip Nasionalis-Islamis yang sedang ditumbuhkembangkan oleh Yusuf Muhammad Martak Kontribusi keturunan Arab tidak hanya berkait dengan rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56, tetapi di bidang yang lain. Tengoklah Sayyid Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar yang dikenal dengan nama H. Mutahar 5 Agustus 1916 -9 Juni 2004, penggubah lagu Syukur Januari 1945, mars Hari Merdeka 1946, dan Dirgahayu Indonesiaku yang menjadi lagu resmi ulang tahun ke-50 Kemerdekaan yang aktif berkomunikasi dengan 6 bahasa asing itu adalah salah seorang keturunan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kehadiran keluarga Martak dan Muthahar adalah fakta bahwa keturunan Arab di Indonesia punya kontribusi yang tidak kecil bagi kelahiran republic ini. HMJ
jalan pegangsaan timur no 56 jakarta